Ketika Niat Baik Diberikan Kesempatan

Jujur gw sebenernya sangat takut kalau sharing ini dianggap riya’. Tetapi di satu sisi gw pengen banget menginspirasi teman-teman melalui kisah kecil gw ini. 🙂

Suatu malam, gw pulang ke rumah bareng temen gw naik taksi. Karena rumah gw di Depok dan temen gw di Pasar Minggu, gw memutuskan untuk turun di stasiun Pasar Minggu biar gw bisa melanjutkan naik kereta listrik ke Depok. Sekalian menghemat biaya.

Seperti yang sering kita ketahui (dan gw omel-omelin di Twitter, FB, dll), kereta listrik di Jakarta sering sekali rusak. Dan alangkah sialnya gw hari itu kereta gangguan dan gw baru menyadarinya setelah gw turun di depan stasiun. Biasanya gw sudah lebih update soal perjalanan kereta melalui medsos. Tetapi hari itu gw lengah.

Alangkah kacaunya kawasan Pasar Minggu hari itu. Banyak penumpang kereta yang super padat berhamburan ke luar stasiun guna mencari alternatif lain. Bayangkan satu kereta isinya hampir 1000 orang, ada dua kereta yang ngetem di Pasar Minggu. Ratusan orang yang tinggal di seputaran Depok tentunya akan memilih turun di Pasar Minggu kemudian ganti angkot Miniarta arah Depok.

Dibandingkan kapasitas kereta, kapasitas angkot jauh-jauh lebih kecil. Belum lagi jumlah angkot yang terbatas. Jadilah orang berebut bukan main hanya untuk mendapatkan angkot. Berhubung gw yang tidak naik kereta ikut juga terjebak di sana, jadilah gw harus ikut rebutan angkot bersama dengan orang-orang lainnya. Gw sampai jalan jauh dulu biar bisa naik angkot duluan sebelum keduluan orang-orang lainnya.

Dapatlah gw angkot, gw bisa dapat duduk di kursi depan. Ketika angkot menuju ke perempatan Pasar Minggu untuk putar balik, puluhan massa sudah bersiap-siap berebut angkot yang gw tumpangi itu. Bukan main rusuhnya orang-orang berebut angkot biar bisa pulang ke rumah dibandingkan menunggu kereta yang masih belum jelas kapan jalannya.

Pada saat itulah gw melihat dua orang ibu, yang satu sudah cukup tua renta, dan yang satu paruh baya. Ibu-ibu paruh baya itu berteriak, “Tolong mbak, mas, kasih ibu ini tumpangan.”

Ibu-ibu paruh baya itu tampak putus asa melihat orang-orang dengan beringas tak memberi kesempatan ibu-ibu yang renta itu untuk naik angkot. Ibu-ibu renta itu nampak sulit untuk berjalan, tergopoh-gopoh, dan wajahnya tampak lelah dan putus asa.

Langsunglah melihat ibu-ibu renta itu teringat akan ibunda dan nenek gw. Hati gw terasa tersayat melihat ibu-ibu renta itu tak berdaya melawan massa yang bernafsu untuk segera pulang. Tapi alangkah sedihnya dan merasa sangat bersalah karena gw tak sanggup untuk membantu beliau. Walaupun kursi gw di depan, gw didesak untuk duduk di tengah oleh penumpang lainnya. Sehingga tidak memungkinkan buat gw untuk turun dan memberikan kursi gw untuk ibu itu. Apalagi di kondisi yang rusuh seperti itu, kursi gw malah mungkin direbut oleh orang lain.

Dan akhirnya angkotpun langsung bergerak setelah penuh sesak oleh orang-orang brutal tersebut. Gw pun tetap duduk di dalam angkot seraya perasaan bersalah berkecamuk di dada. Tidak sampai 15 meter bergerak tiba-tiba,

DOR

Ban mobil angkot ternyata pecah, karena terlalu berat membawa penumpang yang melebihi kapasitas. Langsunglah berhenti angkot yang gw tumpangi tersebut. Supir angkot meminta gw dan penumpang di samping gw untuk turun agar si supir bisa mengambil ban serep yamg di taruh di kursi depan.

Akhirnya gw pun turun dari angkot. Di dalam hati langsung berkecamuk. Apakah Allah membukakan kesempatan buat gw agar gw dapat menolong ibu renta tadi, agar gw bisa lepas dari rasa bersalah dan iba gw yang menghantui?

Sejenak gw berpikir ratusan kali untuk melangkah pergi dari angkot tadi untuk mengejar ibu renta tadi. Gw akhirnya menguatkan hati gw, membulatkan niat gw untuk menolong ibu renta tadi. Gw melangkah pergi dari angkot yang sedang dibetulkan bannya itu dan kembali berusaha untuk mengejar ibu renta tadi.

Setiap langkah gw terbesit dalam hati, semoga gw belum terlambat. Teruslah gw berjalan ke tempat massa berkerumun menunggu angkutan untuk memulangkan mereka, sambil melihat ke kanan kiri mencari dua ibu-ibu tadi. Dan akhirnya gw berhasil menemukan mereka berdua. Mereka masih tampak putus asa karena belum mendapatkan angkutan untuk pulang.

Langsunglah gw mengejar mereka dan gw bertanya, kemanakah tujuan mereka. Ternyata ibu-ibu paruh baya dan ibu-ibu renta itu tidak memiliki ikatan apa-apa. Ibu-ibu paruh baya itu ternyata juga iba terhadap ibu-ibu renta karena beliau telah menunggu satu jam tanpa mendapatkan kesempatan untuk naik angkot. Ibu-ibu renta itu ternyata baru pulang dari Rumah Sakit di kawasan Salemba untuk berobat. Ibu-ibu renta itu sebenarnya pergi menggunakan bis kota. Namun akhirnya tidak bisa melanjutkan perjalanan dari Pasar Minggu karena terpaksa bersaing dengan keganasan penumpang kereta yang berebut angkot.

Tanpa pikir panjang, langsunglah gw mengajak ibu itu pulang naik taksi. Dalam pikiran gw yang pasti antarkan ibu itu pulang dimanapun tempat tinggalnya. Kemudian gw bertanya kepada beliau dimanakah beliau tinggal. Alangkah terkejutnya gw beliau tinggal di Depok Tengah! Beliau tinggal di daerah tempat tinggal gw. Sehingga sudah sangat mudah buat gw untuk pulang bersama beliau karena memang rumah kami berada di kawasan yang sama.

Alangkah leganya gw. Gw langsung berusaha mencari taksi yang layak. Gw persilakan ibu renta itu untuk menunggu saja, sedangkan gw yang akan mencarikan taksi untuk kami pulang. Gw jalan cukup jauh agar gw bisa mendapatkan taksi sebelum berebut dengan penumpang lainnya. Tak lama gw mendapatkan taksi dan langsung menjemput ibu itu untuk naik taksi bersama gw.

Sepanjang perjalanan kami pulang, kami banyak bercerita tentang kehidupan kami. Dalam hati bukan main gw lega dan bahagia bisa berkesempatan menjalankan niat baik gw. Alangkah bukan mainnya Allah melapangkan jalan dan membukakan kesempatan yang sangat lebar untum gw dapat beramal, walau hanya berawal dari perasaan iba dan bersalah merasa tak mampu untuk membantu.

Ban angkot pecah dan memberikan gw waktu untuk keluar dari angkot tanpa dipertanyakan orang.

Dipertemukan kembali dengan ibu-ibu renta itu setelah berjalan kembali mengejar beliau.

Ibu-ibu renta itu tinggal di daerah yang sama dengan gw sehingga gw tidak mengeluarkan ongkos lebih besar hanya untuk mengantar beliau.

Betapa besar Pintu Kesempatan yang Allah buka hanya untuk memudahkan gw mengamalkan niat baik gw. Betapa mengejutkannya tanda-tanda KeagunganNya yang seakan seperti kebetulan, tetapi jauh lebih besar daripada sekedar kebetulan.

Kepada kita semua, hendaknya kita selalu banyak berniat baik, sekecil apapun itu. Gw percaya Allah Maha Mendengar dan Melihat, bahwa Allah pasti akan memperhitungkan sekecil apapun niat baik kita. Apabila Allah menghendaki, bukan tidak mungkin hal yang dirasa tidak mungkin menjadi mungkin, karena Allah itu Maha Pembuka Jalan.

Pada hari itu gw dibukakan jalan yang sangat lebar untuk beramal. Dan itu bukanlah yang pertama kali, dan juga bukan yang terakhir. Buka mata hati kita lebar-lebar, mungkin di sisi yang tidak kita duga, Allah sudah membukakan jalan untuk niat-niat mulia kita. Dan kita harus membulatkan tekad kita untuk menjalankan niat mulia kita itu. 🙂

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *