Refleksi Diri Setelah Sekian Lama Melangkah

Sudah sekitar sepuluh tahun sejak gue lulus dari kuliah gue di Fasilkom UI, dan detik ini gue berada pada titik yang tidak pernah gue bayangkan sebelumnya. Banyak hal yang terjadi selama dua tahun terakhir ini, dan mungkin sebagian hal yang gue lakukan, gue lakukan dengan senyap tanpa terlalu banyak disampaikan. Tetapi, jika ditarik hingga sepuluh tahun terakhir, gue menyadari bahwa perjalanan gue ini sangatlah kompleks, melalui berbagai fase baik yang memudahkan maupun yang menyulitkan. Di tulisan ini, gue mencoba untuk menumpahkan pikiran-pikiran gue tentang apa yang gue rasakan dengan pencapaian gue hingga saat ini.

Telepon dari Mantan Atasan

Hari Minggu kemarin, gue memperoleh telepon dari mantan atasan gue di perusahaan konsultan dulu. Gue bekerja di bawah tim beliau selama tiga tahunan, dan gue banyak belajar dari beliau terkait bidang-bidang yang kami kerjakan dulu. Kemarin beliau ingin catch-up dengan gue setelah terakhir kali kami bertemu tanpa sengaja di pusat perbelanjaan di Indonesia tiga tahun yang lalu sebelum gue berangkat melanjutkan pendidikan pascasarjana gue. Beliau sangat mengapresiasi pencapaian gue saat ini. Beliau melihat bahwa gue bisa mempertahankan konsistensi gue mengejar apa yang gue ingin raih sejak gue memutuskan untuk melanjutkan karir di luar perusahaan konsultan. Beliau bilang bahwa nggak mudah untuk mencapai apa yang gue raih sekarang. Dan belia mengatakan, adalah kebanggaan buat dia melihat semua tim-timnya dulu sudah semakin sukses dan berkembang sekarang.

Jika bukan karena beliau, gue nggak akan bisa ada di posisi ini sekarang. Gue bisa bertahan hampir empat tahun di perusahaan konsultan karena gue berada dalam tim beliau, di mana gue belajar banyak hal dari beliau dan rekan-rekan satu tim gue, dan gue bisa mengembangkan karir gue. Beliau dulu memperjuangkan gue untuk bisa dipromosikan ke level konsultan, berhadapan dengan rekan-rekan sejawat lainnya yang terhitung bekerja di proyek yang lebih tinggi valuasinya (dan kerjanya lebih rodi). Gue juga pernah mendapatkan kesempatan untuk mendampingi beliau langsung melakukan business development ke klien potensial di luar negeri.

Andaikata beliau tidak mencari seorang analyst muda yang memiliki pengetahuan tentang teknologi untuk menjadi bagian dari timnya, tentu karir gue di konsultan sudah akan berakhir lebih awal. Gue mungkin tidak akan memiliki pengetahuan-pengetahuan yang lebih dalam tentang proses bisnis, tentang operasional perusahaan, dan hal-hal yang ternyata menjadi ilmu yang sangat bermanfaat yang gue perlukan saat ini. Mungkin beliau bangga dengan gue yang berhasil mencapai langkah yang sangat jauh yang sebelumnya tidak pernah kami bayangkan. Tetapi, gue sangat-sangat bersyukur dengan pintu yang beliau buka, kesempatan yang beliau berikan dulu menjadi gerbang untuk gue melangkah lebih jauh lagi selepas akhir karir gue sebagai konsultan di perusahaan konsultan.

Makan Malam (juga) dengan Mantan Atasan

Akhir Desember kemarin ketika gue menghabiskan libur akhir tahun gue di Indonesia, yang pertama kali gue jadwalkan adalah bertemu dengan salah satu mantan atasan gue lainnya di perusahaan teknologi. Gue bertemu dengan beliau terakhir kali sekitar hampir dua tahun sebelumnya, dan gue ingin meng-update beliau apa kemajuan yang telah gue lakukan setelah dua tahun dari pertemuan kami sebelumnya. Banyak banget yang terjadi selama dua tahun berlalu dan semuanya seakan menyambung bagaikan benang yang menjadi penyambung dua kain yang dijahit.

3 Januari 2020, sebelum pandemi menyebar ke seluruh dunia, gue bertemu dengan beliau di Pacific Place, Jakarta saling berbincang mengenai arah langkah kami masing-masing. Beliau sedang menyelesaikan riset doktoralnya sembari tetap menjalankan posisinya sebagai direktur R&D di perusahaan teknologi itu. Sedangkan gue hendak menyelesaikan studi pascasarjana gue dalam enam bulan dengan mengerjakan tesis riset di grup riset di kampus gue.

Pada saat itu, gue sudah mantap ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan doktor. Gue ingin mengukuhkan posisi gue di bidang riset. Setelah setahun lebih berkontemplasi selama pendidikan pascasarjana gue di Finlandia dan Prancis, gue merasa mantap untuk melanjutkan ke langkah selanjutnya di bidang riset. Beliau mengapresiasi langkah gue dan mendorong gue untuk meneruskan langkah gue itu. Namun, beliau juga menyarankan untuk sembari menginisiasi suatu venture sembari gue menjalankan pendidikan doktor gue yang akan memakan waktu cukup panjang.

Gue memahami bahwa saran beliau itu menarik, walaupun pada saat itu gue masih ragu apakah gue bisa melakukan itu pada saat yang bersamaan. Beliau sangat yakin kalau gue pasti bisa melangkah dengan jalan yang seperti itu. Beliau lalu mengatakan bahwa salah satu temannya yang adalah periset di universitas ternama di Singapura sedang mencari seseorang dengan latar belakang akademis dan teknis yang baik serta pengalaman di industri sebagai rekan untuk membangun suatu venture di Indonesia. Beliau bertanya kepada gue apakah gue mau diperkenalkan dengan temannya itu, karena menurut dia guelah yang dia tahu yang paling sesuai untuk dia rekomendasikan. Gue menjawab boleh, sebuah jawaban yang mengubah hidup gue selama-lamanya.

Dua tahun berlalu, beliau sangat nggak menyangka kalau langkah yang gue tempuh saat ini benar-benar persis sesuai dengan apa yang beliau sarankan untuk gue rencanakan. Bagi gue, beliaulah yang telah membukakan jalan yang besar buat gue, bahkan semenjak gue mencari langkah untuk beralih dari karir sebagai konsultan ke software engineer hingga sekarang berusaha menjadi periset. Andai gue nggak melamar ke perusahaan teknologi itu, andai salah seorang teman gue yang pernah bekerja bersama di konsultan tidak mengirimkan lowongan sebagai software engineer, gue nggak akan pernah bertemu dengan mantan atasan gue ini dan gue pasti tidak akan pernah sampai pada titik ini.

Pertemuan dengan Orang-Orang Baik

Semenjak diperkenalkan dengan teman atasan gue pada Januari 2020, gue perlahan-lahan dipertemukan dengan orang-orang hebat. Orang-orang dengan visi yang tinggi, dengan kemampuan yang dalam, dengan niat yang tulus, dan dengan semangat yang besar. Teman-teman baru yang seumur hidup belum pernah bertemu fisik, dan selama hampir dua tahunan itu hanya bertatap wajah melalui Zoom dan Google Meet saja telah menjadi keluarga baru gue, menjadi bagian baru dalam hidup gue yang benar-benar gue syukuri. Mereka semua sudah jauh lebih berumur dibandingkan gue. Gue adalah yang paling kecil di antara kami semua. Namun gue merasa mereka semua sudah seperti teman lama.

Bertemu dengan mereka semua itu adalah salah satu penyemangat gue di masa sulit. Ketika gue dihantam dengan keraguan atas langkah selanjutnya, di ujung jurang keputus-asaan pada penghujung studi pascasarjana gue, gue diperkenalkan kepada salah satu orang tersebut yang tertarik untuk membangun legacy bersama-sama. Dia sudah menjadi principal engineer selama belasan tahun, dan sudah bekerja lebih dari 20 tahun. Awal pertemuan kami bertiga di jelang akhir Juli 2020 itu awalnya hanyalah diskusi ringan dan brainstorming atas ide-ide yang mungkin bisa dilakukan untuk membangun sebuah venture. Namun tampaknya pada waktu itu, kami bertiga langsung semangat dan memastikan diskusi akan terus berlanjut. Kami bertiga sepakat untuk melangkah bersama perlahan-lahan untuk menyempurnakan ide-ide kami.

Akhir Juli 2020, momen di mana gue sedang kecewa dengan keadaan di mana gue ditolak di salah satu universitas tujuan gue, dan digantungkan oleh salah satu profesor setelah menjalani proses interview yang tampak meyakinkan buat gue. Gue sedang dalam penuh keraguan dan kegundahan apakah gue ingin memperpanjang izin tinggal gue dan mencari peluang di Prancis, atau gue kembali ke Indonesia saja dan pelan-pelan melangkah. Setelah dua-tiga kali pertemuan daring bertiga dengan teman-teman baru gue itu, gue memantapkan diri: gue akan pulang ke Indonesia sembari perlahan-lahan mengerjakan langkah-langkah yang diperlukan untuk mewujudkan ide kami bertiga, dan sembari gue melamar-lamar posisi periset doktoral. Diskusi yang baru saja dilakukan secara intensif setiap minggu selama tiga mingguan itu menjadi secercah harapan besar buat gue, dan gue yakin bahwa ada jalan besar yang bisa gue lalui di sana.

Beberapa hari yang lalu, gue berbincang panjang dengan teman gue yang sekarang menjadi team lead dalam venture kami. Dia bilang, pada awalnya ketika dia akan diperkenalkan dengan gue dan disebutkan bahwa gue adalah alumni salah satu jurusan di kampus besar di Indonesia, dia tidak berekspektasi tinggi. Katanya, dia beberapa kali bertemu dengan lulusan dari almamater gue itu dan dia bilang orang-orangnya nggak suka bekerja di bidang software engineering, dan beranggapan bahwa pekerjaan sebagai programmer itu adalah pekerjaan buruh. Langsunglah gue teringat dan gue tunjukkan tulisan gue 12 tahun yang lalu yang mengomentari hal yang sama. Dia tertawa dan mengatakan benar persis seperti pemikiran dia dulu-dulu soal lulusan dari almamater gue.

Dia bilang impression dia kepada gue benar-benar di luar ekspektasinya. Dia juga bilang kalau dia cerita ke salah satu teman kami juga tentang tidak menyangkanya dia terhadap gue. Menurut teman kami satu lagi itu janganlah terlalu menggeneralisir kasus-kasus negatif yang kita temui sehingga menjadikan ekspektasi kita rendah terhadap orang yang tampaknya memiliki keterkaitan. Memang pesan yang sangat besar buat kami khususnya yang sama-sama memiliki sifat judging yang tinggi. 🙂

Setelah pertemuan daring yang berlangsung selama kurang lebih satu setengah tahun (dan satu tahun lebih), akhirnya Januari kemarin gue bisa bertemu langsung dengan dua dari tiga orang-orang baik yang sekarang menjadi sahabat, bahkan keluarga baru gue. Gue bertemu mereka serasa seperti bertemu teman lama yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Berbagai macam hal yang kami bicarakan, ceritakan, dan keluh kesahkan. Gue cuma bisa bertemu langsung dengan mereka selama dua hari penuh, dan beberapa kali lagi dengan satu teman gue yang sama-sama beraktivitas di Jakarta. Namun, gue masih belum berkesempatan bertemu dengan teman gue yang menjadi penghubung utama dari keluarga baru gue ini, setelah dua tahun kami selalu berkomunikasi melalui telepon dan video conference saja. Tapi gue yakin, kami sudah mengikatkan tujuan dan langkah kami bersama dan kami akan arungi bersama-sama.

Benang Yang Menjahit Semuanya

Tuhan benar-benar dengan KuasaNya menjahit langkah gue dan semuanya saling berhubungan satu sama lainnya. Terlalu banyak kebetulan tidak bisa dibilang kebetulan. Gue tak pernah berhenti berpikir jika hidup gue ini benar-benar adalah mukjizatNya. Gue melangkah hingga mencapai pada titik ini bukan karena kemampuan gue, tapi karena memang langkah-langkahnya dibukakan dan dilancarkan olehNya. Gue hanya menjalankannya semaksimal mungkin, menggunakan kesempatan gue sebaik-baiknya, dan mengembangkan diri gue agar bisa mencapai target-target yang gue rencanakan.

Kegagalan-kegagalan yang gue hadapi dahulu bukanlah kegagalan. Memang benar adanya jika langkah kita terhalang, berarti ada jalan yang lebih baik dan lebih sempurna yang disiapkan untuk kita. Semua kembali kepada diri kita bagaimana melihat tanda-tandaNya dan tetap berjuang dan tidak berputus asa atas halangan-halangan yang kita temui. Jika mau dijabarkan lebih panjang lagi, banyak sekali benang-benang yang menjahit semua langkah gue ini yang tidak mungkin dapat diceritakan di sini sepenuhnya.

Tahun telah berganti, dua tahun berlalu tidak terasa dan hari-hari berikutnya juga pasti akan terasa sangat cepat. Gue telah mendapatkan keluarga baru yang menjadi tujuan besar dalam hidup gue. Sekarang yang harus gue lakukan adalah melangkah dengan sebaik-baiknya, mencapai target-target gue agar gue bisa mengangkat semua orang-orang yang gue sayangi bersama gue. Tak henti-hentinya gue mengucapkan Hamdallah atas apa yang telah gue peroleh dan Basmallah atas langkah gue setiap detiknya.

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *