Various People At Commuter Train

Orang ada bermacam-macam. Itu adalah satu hal biologis yang memang tidak dapat dielakkan lagi. Pada dasarnya DNA manusia sudah membedakan satu individu dengan yang lainnya. Salah satu keunikan Indonesia, yaitu diversity, gw temukan ketika gw sedang menggunakan moda transportasi merakyat bernama KRL (Kereta Rel Listrik) Jabotabek. KRL yang menjadi urat nadi kehidupan antara Jakarta dan Bogor (dan Bekasi, Tangerang, dan Serpong tentunya :D) mempertemukan berbagai macam lapisan masyarakat.

Kejadian pertama: Hari Selasa kemarin gw menggunakan KRL untuk menuju ke Mangga Dua demi mengambil mouse gw yang diperbaiki. Saat gw pulang menunggu KRL Depok Express di peron 11 Stasiun Jakarta Kota, gw disapa oleh bapak-bapak tua yang mengaku berasal dari Bandung. Beliau dating ke Jakarta berniat mencari kerja namun sialnya beliau dicopet ketika di Jakarta. Sehingga beliau hendak menemui anaknya yang tinggal di Sukabumi. Beliau mengaku sebagai seorang guru honorer yang tidak pernah diangkat menjadi guru tetap. Salah satu kenyataan buruknya perhatian pemerintah terhadap pahlawan tanpa tanda jasa yang seharusnya diberdayakan.

Beliau (ya namanya juga orang tua) memberikan nasihat-nasihat a.k.a. wejangan-wejangan buat gw. Katanya gw cocok buat masuk Akabri karena postur badan gw yang besar. Yaiks :D. Selain itu nasihat-nasihat beliau lainnya adalah jangan merokok, jangan minum-minum, jangan ditato :D, dll. Yah namanya juga orang tua. Gw menghormati nasihat-nasihat beliau sama seperti nasihat kedua orang tua gw sendiri. Pembicaraan kami terhenti setelah kereta Depok Express yang akan gw tumpangi datang.

Kejadian kedua: Pada hari yang sama, di atas kereta Depok Express, gw berdiri di depan ibu-ibu yang berumur sekitar 50 tahun. Kondisi kereta saat itu lumayan penuh. Tentu saja, Depok Express selalu melayani orang pulang kerja tiap harinya. Di lantai kereta, ada ibu-ibu lain yang duduk. Ketika kereta masih sedikit kosong, gw menggelar Koran gw di lantai dang w ikut duduk. Saat gw duduk, gw melihat ibu-ibu di depan gw itu tampk rishi dan ngedumel kepada gw. Gw kurang memperhatikan apa yang dia risihkan sehingga ngedumel seperti itu kepada gw. Gw juga cuek aja. Setelah stasiun Gondangdia, kereta tambah penuh lagi sehingga tidak memungkinkan buat gw untuk duduk di lantai, dan akhirnya gw pun berdiri.

Setelah melewati Cawang, ibu-ibu itu tampak masih ngedumel, namun bukan ke gw lagi, melainkan ke ibu-ibu yang duduk di bawah dekat kakinya dia. Ternyata ibu-ibu itu ngedumel karena kakinya tanpa sengaja tersenggol oleh ibu-ibu yang duduk di bawah itu. Setelah sekian kali diomelin sama ibu-ibu yang nggak jelas itu tadi, akhirnya ibu-ibu yang duduk di bawah tadi naik pitam dan menantang ibu-ibu yang di depan gw itu.

Ibu-Ibu Di Lantai: “Ibu mau ngajak berantem?”
Ibu-Ibu Di Kursi: “Jangan sender-sender ke kaki saya.”
Ibu-Ibu Di Lantai: “YA NAMANYA JUGA KERETA PASTI GOYANG. SAYA JUGA GA MAU NYENDER KE KAKI IBU.”

Spontan satu gerbong ngelirik ke dua orange ibu-ibu itu. Si ibu yang duduk tadi nampaknya terkejut akibat reaksi ibu satunya yang naik pitam. Gw sih ketawa sinis aja sama ibu-ibu di depan gw itu. Kalau memang kaki dia ada masalah kalo kakinya kesenggol dia bisa horny :D, mestinya bilang aja baek-baek. Ga perlu ngedumel ngomel-ngomel. Aya aya wae dah.

Kejadian ketiga: Sehari setelahnya, Rabu, gw pulang dari acara nggak jelas sama teman-teman gw di Grand Indonesia. Gw memutuskan untuk naik KRL sama Fanny karena tentu saja nggak ada bis yang bisa mengangkut kami ke Depok diatas jam 8 malam. Gw naik KRL Ekonomi AC dari stasiun Jakarta Kota. Pada saat di atas kereta yang lumayan penuh, dan kondisi gw yang sudah mengantuk mengingat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, gw diajak ngobrol sama bapak-bapak berumur sekitar 40 tahunan:

B (Bapak-Bapak): “Orang Arab ya, dik?”
G (Gw): “Oh kalo kata orang tua saya buyut saya emang orang Arab?” 😛
B: “Marganya apa?”
G: (Mana gw tau, secara buyut gw yang Arab) “Wah kurang tau saya pak. Buyut saya Arab tapi keluarga saya Minang pak. Nggak tau lagi marganya apaan”
B: “Tapi kan dari awalnya kita semua Arab, Nabi Adam kan dari Arab”
G: (Gubrak) “Hoo iya pak.”
(Berceloteh banyak, mulai dari soal kuliah hingga domisili. Si Fanny pura-pura tidur aja. Gw nggak enak ngga ngelayanin tuh bapak-bapak ngoceh. Now this is the best part)
B: “Kamu tahu salah satu ajaran Nabi apa buat modal meraih mimpi?”
G: “Apa tuh pak.”
B: “Kawinin janda kaya.”
G: (Swt. Salah gw ngelayanin tuh bapak) “Kok bisa pak?”
B: “Iya, kan janda kaya bisa buat ngemodalin kamu, nanti buat kamu kuliah lagi, kerja, dll.”
G: “Tapi kan pak…”
B: (Bersemangat berceramah) “Ya itu ada analoginya. Dimana kalau kita mau meraih mimpi butuh modal. Salah satinya ya itu, kawinin janda kaya”
G: (zzzzzzz)
B: (Masih berceramah dan gw nggak tau apa lanjutannya)

Mampus dah gw, sepanjang perjalanan dari stasiun Kalibata sampe stasiun Universitas Indonesia gw diceramahin sama bapak-bapak gila ceramah. Mana gerbong yang gw tempatin itu bau amis banget lagi. Dan si Fanny tampaknya membiarkan gw terjebak dalam kultum-di-atas-KRL itu :D. Mana karena gerbong yang bau amis gitu membuat semua orang hening, dengan adanya bapak-bapak ceramah gitu, satu gerbong semua terfokus ke arah gw dan bapak-bapak penceramah dadakan tadi, dan gerbong gw hanya terdengar percakapan antara penceramah dan orang yang diceramahi, yaitu gw. Sigh.

Btw, Happy New Year. Lebih dari sebulan ga blogging lagi. 😀

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *